
pergerakanrakyat.com Jakarta — Percakapan Presiden Soekarta dengan Presiden Amerika Serikat John F.Kennedy terkait Rian Barat yang saat ini kita kenal “PAPUA”.
“Mengapa Anda menginginkan Irian Barat?” tanya Presiden Kennedy sembari menjelaskan bahwa orang Irian Barat yang ber-ras Melanesia berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya yaitu Melayu Mongoloid. Kennedy juga mengingatkan uang yang dikeluarkan oleh Belanda untuk mengelola wilayah tersebut lebih banyak daripada hasil yang didapatkan.
“Wilayah itu adalah bagian dari negara kami; Irian Barat harus segera dilepaskan,” jawab Presiden Soekarno tegas.
“Tetapi, orang Irian Barat itu dari ras yang berbeda,” sanggah Kennedy.
Namun Presiden Soekarno membalasnya dengan mengurai analogi.
“Apakah rakyat Amerika semuanya ras kulit putih?” tanya Soekarno. “Sebuah bangsa bukan sekedar masalah ras atau warna kulit.”
Sebagaimana orang-orang kulit hitam dan berwarna lainnya di Amerika, Soekarno menjelaskan maksudnya bahwa Indonesia terdiri dari bermacam-macam ras. Johanes Leimena yang mendampingi Presiden Soekarno ikut menimpali Presiden Kennedy, bahwa akar budaya dan sejarah Irian Barat banyak dipengaruhi dari Maluku.
Pada kesempatan itu, Kennedy juga mengonfirmasi kekhawatiran bahwa Indonesia akan mengancam wilayah timur dari Irian Barat. Soekarno menampik tudingan itu. Mengenai wilayah Timur dari Irian Barat (Papua Nugini), Soekarno menegaskan wilayah itu bukan bagian dari teritorial Indonesia sehingga tak ada alasan bagi Indonesia untuk mencaploknya.
Kennedy tampak memahami tuntutan Indonesia atas wilayah Irian Barat. Kendati tiada kesepakatan soal Irian Barat pada hari itu, kedua presiden tersebut pada prinsipnya setuju untuk menolak politik kolonialisme. Kennedy juga menawarkan tim ekonominya untuk membantu program pembangunan semesta Indonesia berjangka delapan tahunan (1961-1969).
Begitulah isi pembicaraan Presiden Soekarno dan Presiden Kennedy, pada 24 April 1961 di Gedung Putih, Washington DC.*)
Dalam perkembangan selanjutnya, karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konflik ini, Amerika Serikat Memaksa Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Irian Barat, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS.
APA YANG BISA KITA PELAJARI..?
Heran mengapa Presiden Soekarno begitu tegas dan tidak takut mundur menghadapi Belanda? Bahkan bisa “santuy” ketika berhadapan dengan presiden negara adi kuasa yang saat itu paling ditakuti…?
Jangan lupa, di dalam saku Bung Karno saat itu sudah tersimpan setumpuk nota pembelian senjata mematikan dari Soviet.
Ya, pada bulan Desember 1960, Jenderal A.H. Nasution sudah berbelanja banyak senjata. 41 Helikopter MI-4, 9 Helikopter MI-6, 30 Jet Tempur MiG-15, 49 Jet MiG-17, 10 Jet Tempur MiG-19, 20 Jet Supersonik MiG-21, 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan korvet, dan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (KRI Irian).
Dari jenis pesawat pengebom, terdapat sejumlah 22 Bomber Ilyushin Il-28, 14 Bomber TU-16, dan 12 Bomber TU-16 versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan air to surface rudal jenis AS-1 Kennel.
Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 IL-14 dan AQvia-14, 6 Cargo Antonov An-12B dari Soviet dan 10 pesawat C-130 Hercules dari Amerika Serikat.
Sudah lebih dari cukup bukan untuk menghapus kekuatan Belanda di Irian Barat jika ngotot tidak mau angkat kaki dari Irian Barat? Untuk berharga di mata dunia, memang tidak ada pilihan lain selain PINTAR dan KUAT. Inilah yang ditunjukkan para pemimpin bangsa dan angkatan bersenjata (TNI) kita pada saat itu.
Nah, sekarang bagaimana Indonesia memenuhi janji untuk membangun Papua dan seluruh wilayah Indonesia yang masih tertinggal…?
sumber :
*) Nota percakapan antara Presiden Kennedy dan Presiden Soekarno termuat dalam arsip Foreign Relations of the United States, 1961-1963, Volume XXIII: Southeast Asia, dokumen nomor 172.
**) Presiden Kennedy menyebut “West New Guinea” dan kami terjemahkan sebagai “Irian Barat”, sesuai penyebutan Presiden Soekarno terhadap wilayah Papua saat ini.